Al Ulum Sains dan Teknologi Vol. 3 No.
1 Nopember 2017 28
PEMANFAATAN PADUAN AL (SCRAP) SEBAGAI BUCKET TURBIN PELTON
MENGGUNAKAN METODE PENGECORAN EVAPORATIVE
Ali Ridho1) dan Rudi Siswanto2)
1,2
ATPN Banjarbaru
Email:
[email protected];
[email protected] ABSTRACT
Aluminum rongsok (scrap) is widely produced from households, IKM, offices, factories and so on in
South Kalimantan. Along this time Al rongsok only collected by the collectors and then sold to the company
smelting (in Java). Al rongsok can be recycled and used as a cast product, so potentially produce
components, one of which is Pelton turbine bucket. This research aims to; (1) to create a prototype Pelton
water-type bucket turbine using styrofoam pattern (2) to know the micro structure, hardness, tensile strength,
and impact strength. The furnace for smelting uses a krasibel type furnace with charcoal wood fuel. Material
for casting used Al alloy (scrap). The evaporative casting method is to use styrofoam as a molding pattern
that is dumped in the printed sand. This method will produce castings that match the pattern / model formed.
Melting is done by melting the Al in the kitchen krusibel then poured on the variation of casting temperature
650, 670, 690 and 710 oC. The casting results are then tested for mechanical properties (micro structure,
hardness, tensile strength, and impact strength). The test results concluded, Al alloy (scrap) can be utilized
and developed as prototype of cross flow water turbine blade / bucket using evaporative casting method. the
higher the temperture of the hypereutectic Si structure is present between the dendrite Al of thin short flakes
into thick, long bits. At temperatures above 650 oC, the value of hardness decreases with the increase of
pouring temperature, while tensile stress decreases with increasing of pouring temperature. Impetus has been
declining as the pouring temperature increases.
Keywords: Evaporative casting, Al (Scrap), physical-mechanical properties, Pelton turbine bucket
PENDAHULUAN menggunakan proses pengecoran ini bisa
mengerjakan berbagai bentuk produk yang rumit dan
Pengecoran merupakan cara tertua untuk komplek, misalnya pada pembuatan komponen-
proses pembentukan logam. Pengecoran logam komponen otomotif (block silinder, head silinder,
sudah dikenal oleh manusia sejak beberapa abad piston, stang piston), rumah pompa, poros, baling-
yang lalu, diperkirakan dipakai pertama kali kira- baling, sudu (impeller) dan lain-lain.
kira 4.000 tahun SM Pengecoran perunggu pertama Penggunaan aluminium dalam industri sangat
dilakukan di Mesopotamia sekitar 3.000 tahun SM, beragam. Standar mutu dari aluminium paduan
kemudian diteruskan ke India, Cina, Jepang dan ditentukan oleh komposisi kimia paduannya seperti:
Eropa (Surdia dan Chijiwa, 1996). Perkembangan Cu, Si, Mg, Zn, Mn, Ni. Paduan aluminium dengan
pengecoran mulai pesat sejak ditemukannya mesin silikon (Al-Si) sering digunakan pada komponen-
uap, mesin diesel dan bensin serta berbagai komponen mesin kendaraan seperti piston dan blok
tungku/dapur peleburan seperti ; kupola, Siemens mesin. Paduan Al-Si adalah material yang digunakan
Martin, Bessemer, Thomas, dapur tinggi, dapur hampir 85-90% dari total aluminium paduan produk
listrik, krusibel dan sebagainya. pengecoran (Wijoyo et. All, 2012).
Pada industri manufaktur berbasis logam, Pola merupakan prototype/bentuk tiruan
proses pengecoran masih menjadi pilihan utama (bentuk negative) dari produk benda cor yang akan
dalam memproduksi komponen/elemen mesin. dibuat, sehingga bentuk pola menyerupai/sama
Pemilihan pembuatan produk permesinan dengan bentuk benda kerja hasil pengecoran (coran).
29
Bahan yang akan digunakan untuk membuat pola METODE PENELITIAN
antara lain; kayu, logam plastik, karet, styrofoam
dan lilin. Pengecoran evaporative (evaporative Metode yang digunakan dalam penelitian ini
casting) adalah salah satu metode pengecoran logam adalah metode eksperimen (uji laboratorium).
dengan menggunakan pola Styrofoam (polystyrene Paduan Al rongsokan panaskan dalam tungku
foam). Metode ini ditemukan dan dipatenkan oleh krusibel sampai logam mencair. Setelah logam cair
Shroyer pada tahun 1958. Pada tahun 1964, konsep mencapai temperatur yang dikehendaki, kemudian
penggunaan cetakan pasir kering tanpa pengikat dituang dalam cetakan pola styrofoam yang
telah dikembangkan dan dipatenkan oleh Smith. dibenamkan di dalam pasir dan selanjutnya
Pengecoran evaporative merupakan langkah baru didinginkan di udara (temperatur ruang). Produk
dalam memproduksi benda-benda dengan metode hasil pengecoran berupa bucket turbin Pelton,
pengecoran. Pada saat ini belum banyak industri dikeluarkan dari cetakan dan dibersihkan, kemudian
pengecoran logam yang menggunakan metode ini dibuat spesimen dan selanjutnya dilakukan
dalam memproduksi benda cor. Sedikitnya industri pengujian (uji struktur mikro, uji tarik, uji kekerasan
yang menerapkan metode pengecoran ini mungkin dan uji impak). Hasil pengujian kemudian
dikarenakan mereka belum banyak mengetahui seluk dimasukkan data selanjutnya dilakukan analisis
beluk metode pengecoran evaporative.
Usaha penelitian dan perbaikan pada metode HASIL DAN PEMBAHASAN
pengecoran evaporative telah banyak dilakukan oleh
para peneliti. Penulis berusaha melakukan penelitian Hasil Pengecoran
dengan membuat prototype bucket turbin Pelton dari Gambar 1 adalah produk hasil pengecoran
material Al rongsokan. Dari hasil pengujian produk evaporative dilakukan pada variasi temperatur
pengecoran evaporative ini akan diperoleh kondisi peleburan 650, 670, 690 dan710 °C, dengan kode
optimum dari berbagai variasi proses yang spesimen Al 1, Al 2, Al 3, Al 4.
dihasilkan.
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk Pengamatan Struktur Mikro
membuat prototype bucket turbin Pelton Pengamatan hasil foto struktur mikro dari
menggunakan pola Styrofoam dan mengetahui pengecoran evaporative dengan variasi temperature
struktur mikro, kekerasan, kekuatan tarik,dan
tuang (650, 670, 690, 710) °C, ditunjukkan
kekuatan impak dari hasil produk pengecoran.
sebagaimana gambar .2.
Gambar 1. Hasil pengecoran
Pemanfaatan Paduan Al (Scrap) Sebagai Bucket Turbin Pelton Menggunakan Metode Pengecoran Evaporative (Ali Ridho dan Rudi
Siswanto)
Al Ulum Sains dan Teknologi Vol. 3 No. 1 Nopember 2017 30
A B C D
Gambar .2. Struktur mikro pengecoran evaporative temperature tuang (A) 650 oC, (B) 670 oC, (C) 690 oC,
Si
(D) 710 oC, (100x).
Cu
Berdasarkan hasil pengamatan struktur mikro Hal ini berbeda dengan yang dilakukan
dari pada gambar 4.2 (A,B,C,D) tersebut dapat Albonetti (2000) dan Wijoyo, et. Al. (2012) yang
dijelaskan sebagai berikut. Pada struktur mikro mengunakan material paduan Al-Si eutectic.
dengan temperature tuang 650 oC sebagaimana Menurut Albonetti (2000), pertumbuhan eutektik
gambar 4.2.A. terlihat bahwa matrik hypereutectic Si silikon pada temperatur tuang rendah terdapat
hadir membentuk serpihan kecil, tipis , pendek dan diantara DAS (Dendrite Arm Spacing) yang sempit
rapat (sedikit memanjang, tidak merata, membentuk sedangkan pada temperatur tuang yang tinggi Si
gerombolan), di antara dominasi Al dendrite, sedikit terurai menjadi lebih luas diantara DAS. Dan
Cu dan Zn. menurut Wijoyo et.al. (2012), meningkatnya
Pada struktur mikro dengan temperatur tuang temperatur tuang logam cair mengakibatkan struktur
670 oC sebagaimana gambar 4.2.B. terlihat bahwa mikro berubah dari eutektik silikon yang berupa
matrik hypereutectic Si hadir masih membentuk serpihan-serpihan panjang dan tebal pada temperatur
serpihan kecil, agak tebal, pendek dan kurang rapat tuang rendah, menjadi serpihan-serpihan pendek dan
(sedikit memanjang, tidak merata, kurang tipis diantara dendrite pada temperatur tuang tinggi.
memebntuk gerombolan), diantara dominasi Al
dendrite, sedikit Cu dan Zn. Pengujian Kekerasan
Pada struktur mikro dengan temperature tuang Tabel 1 adalah data hasil pengujian Kekerasan
o
690 C sebagaimana gambar 4.2.C. terlihat bahwa Vickers (HVN). Kode A, B, C dan D, merupakan
matrik hypereutectic Si hadir membentuk serpihan hasil pengujian kekerasan setelah dilakukan
membesar, tebal, panjang dan tidak rapat (merata, peleburan dan penuangan.
tidak bergerombol), diantara dominasi Al dendrite,
sedikit Cu dan Zn. Tabel 1. Data hasil pengujian kekerasan Vickers
Pada struktur mikro dengan temperature tuang (HVN)
o
710 C sebagaimana gambar 4.2.D. terlihat semakin Kode Temperatur
No. HVN
jelas bahwa matrik hypereutectic Si hadir Spesimen Penuangan (oC)
membentuk serpihan lebih besar, tebal, panjang 1 A 650 110,86
dan tidak rapat (merata, tidak bergerombol), 2 B 660 97,73
diantara dominasi Al dendrite, sedikit Cu dan Zn. 3 C 670 78,43
Perubahan terperatur tuang dari temperature 4 D 680 80,52
rendah menuju temperature yang lebih tinggi pada
paduan Al-19,6Si menyebabkan terjadinya Gambar 4.3 adalah grafik yang menunjukkan
perubahan struktur mikro, dimana dengan hubungan antara temperatur penuangan dan nilai
meningkatnya temperature tuang menyebakan kekerasan (HVN). Nilai kekerasan paduan
hypereutectic silicon akan berubah dari serpihan aluminium hasil coran pada pola dengan cetakan
pendek tipis menjadi serpihan panjang tebal. styrofoam pada temperatur tuang 650, 670, 690 dan
Semakin tinggi temperature tuang memberikan 710 oC.
jarak antara dendrite Al dan hypereutectic Silikon
semakin lebar.
31
meningkatkan nilai kekerasan dan kekuatan tarik
(ASM handbook, 1992).
Temperatur tuang sangat berpengaruh
terhadap pembentukan struktur mikro, sedangkan
struktur mikro berpengaruh terhadap nilai kekerasan
bahan. Peningkatan temperatur tuang akan
mengurangi nilai kekerasan, hal ini disebabkan laju
pendinginan yang lambat sehingga terbentuk
struktur mikro eutektik silikon yang semakin banyak
dan semakin tipis yang cenderung bersifat lunak.
Gambar .3. Grafik hubungan temperatur penuangan Kekuatan Tarik
dengan Kekerasan ( HVN) Tabel .2 adalah data hasil pengujian kekuatan
tarik. Kode spesimen A, B, C, D, merupakan hasil
Gambar ,3 menunjukkan bahwa nilai pengujian tegangan tarik setelah dilakukan
kekerasan hasil coran paduan aluminium mengalami peleburan dan penuangan.
perubahan dengan berubahnya temperature tuang.
Hal ini ada hubungannya dengan pengaruh Tabel .2. Data hasil pengujian tegangan tarik
temperatur tuang terhadap struktur mikro. Nilai (Kg/mm2)
kekerasan pada temperatur penuangan 650 oC nilai Tegangan
Kode Temperatur
kekerasan coran 110,86 HVN, pada temperatur No. Tarik
Spesimen Penuangan (oC)
penuangan 670 oC nilai kekerasan coran 97,73 HVN, (Kg/mm2)
pada temperatur penuangan 690 oC nilai kekerasan 1 A 650 39,67
coran 78,43 HVN dan pada temperatur penuangan 2 B 660 37,68
710 oC nilai kekerasan coran 80,52 HVN. Dari 3 C 670 37,15
grafik 4.3 tersebut menunjukkan bahwa, nilai 4 D 680 39,17
kekerasan coran mengalami penurunan seiring
dengan kenaikan temperatur penuangan, atau Gambar .4 adalah grafik yang menunjukkan
semakin tinggi temperatur penuangan di atas 650 oC, hubungan antara temperatur penuangan 650, 670,
maka nilai kekerasan akan semakin menurun. 690 dan 710 oC dan kekuatan tarik (kg/mm2).
Nilai kekerasan tertinggi terjadi pada
temperatur tuang 650 oC, sedangkan nilai kekerasan
terendah terjadi pada temperatur tuang 670 oC.
Temperatur tuang yang rendah mengakibatkan laju
pendinginan yang cepat, sehingga struktur mikro
yang terbentuk berupa aluminium dendrite
mendominasi permukaan coran, serta eutektik
silikon diantara dendrite dengan bentuk panjang dan
tipis. Temperatur tuang yang tinggi mengakibatkan
laju pendinginan yang lambat, sehingga struktur
mikro aluminium dendrite menjadi bulat panjang
atau mendekati bulat, serta eutektik silikon menjadi
serpihan-serpihan pendek dan halus diantara Gambar .4. Grafik hubungan temperatur penuangan
dendrite. Struktur mikro eutektik silikon memiliki dengan tegangan Tarik
karakteristik mekanis yang keras sehingga
mempengaruhi kekerasan bahan. Struktur eutektik Pada temperatur penuangan 650 oC tegangan
silikon berupa serpihan-serpihan panjang tarik coran adalah 39,67 kg/mm2, pada temperatur
Pemanfaatan Paduan Al (Scrap) Sebagai Bucket Turbin Pelton Menggunakan Metode Pengecoran Evaporative (Ali Ridho dan Rudi
Siswanto)
Al Ulum Sains dan Teknologi Vol. 3 No. 1 Nopember 2017 32
penuangan 670 oC tegangan tarik coran 37,68
kg/mm2, pada temperatur penuangan 690 oC
tegangan tarik coran 37,15 kg/mm2 dan pada
temperatur penuangan 710 oC tegangan tarik coran
39,17 kg/mm2. Dari grafik 4.4 tersebut,
menunjukkan bahwa, pada temperatur di atas 650 oC
kekuatan tarik mengalami penurunan seiring dengan
kenaikan temperatur penuangan, atau pada
temperatur di atas 650 oC semakin tinggi temperatur
penuangan, maka tegangan tarik akan semakin
menurun. Akan tetapi pada temperatur penuangan
710 oC kekuatan tarik mengalami kenaikan Gambar .5. Grafik hubungan temperatur penuangan
mendekati temperatur penuangan 650 oC. Tegangan dengan kekuatan impak
tarik maksimum terjadi pada temperatur peleburan
650 oC, sedangkan tegangan tarik minimum terjadi
pada temperatur peleburan 690 oC. KESIMPULAN DAN SARAN
Kekuatan Impak Kesimpulan
Tabel .3 adalah data hasil pengujian kekuatan Berdasarkan hasil penelitian terhadap material
impak. Kode spesimen A, B, C, D, merupakan hasil paduan Al (scrap) menggunakan metode pengecoran
pengujian kekuatan impak setelah dilakukan evaporative (pola styrofoam), maka dapat
peleburan dan penuangan. disimpulkan sebagai berikut :
1. Material dari paduan Al scrap bisa dimanfaatkan
Tabel .3. Data hasil pengujian kekuatan impak dan dikembangkan sebagai prototype
(J/mm2) bucket/sudu turbin air tipe cross Peltonw
Temperatur Kekuatan menggunakan metode pengecoran evaporative
Kode
No. Penuangan Impak (pola styrofoam).
Spesimen o
( C) (J/mm2) 2. Hasil pengamatan struktur mikro menunjukkan
1 A 650 0,016 semakin tinggi tempertur tuang struktur
2 B 670 0,022 hypereutectic Si hadir diantara dendrite Al dari
3 C 690 0,031 serpihan pendek tipis menjadi serpihan panjang
4 D 710 0,031 tebal.
3. Pada temperatur di atas 650 oC nilai kekerasan
Gambar .5 adalah grafik yang menunjukkan mengalami penurunan seiring dengan kenaikan
hubungan antara temperatur penuangan 650, 670, temperatur penuangan
690 dan 710 oC dan kekuatan impak (J/mm2). 4. Pada temperatur di atas 650 oC tegangan tarik
Pada temperatur penuangan 650 oC kekuatan mengalami penurunan seiring dengan kenaikan
impak coran adalah 0,016 J/mm2, pada temperatur temperatur penuangan.
penuangan 670 oC kekuatan impak coran0,022 5. Pada temperatur di atas 650 oC kekuatan impak
J/mm2, pada temperatur penuangan 690 oC kekuatan mengalami penuruan seiring dengan kenaikan
impak coran 0,031 J/mm2 dan pada temperatur temperatur penuangan.
penuangan 710 oC kekuatan impak coran 0,031
J/mm2. Dari grafik 4.5 tersebut menunjukkan bahwa, Saran
semakin tinggi temperatur penuangan di atas 650 oC Dalam menentukan temperature penuangan
mengalami kenaikan kekuatan impak. hendaknya jarak/range antar tenperatur penuangan
lebih lebar, karena jarak antar temperature kecil,
lebih sulit dalam melakukan peleburan, disebabkan
temperatur menurun dengan cepat, sehingga data
33
hasil pengujian perbedaannya juga kecil (kurang Hasil Pengecoran, Jurnal Ilmiah Suara
akurat). Teknik Univ. Muhammadiyah Pontianak,
ISSN : 2086-1826, Volume 2, Nomor 11.
Halaman 1-68
DAFTAR PUSTAKA
Surdia, T. Dan Chijiwa, K., 1996, “Teknik
Albonetti R., 2000 “Porosity and Intermetallic Pengecoran Logam”, Cetakan Ketujuh,
Formation in Lost Foam Castings of 356 Pradnya Paramita, Jakarta.
alloy” Thesis The University of Western
Ontario London, Ontario. Wijoyo, Achmad Nurhidayat, Osep Teja
Sulammunajat, 2012, “Kajian Komprehensif
ASM International, 1992, “ASM Metal Handbook Struktur Mikro dan Kekerasan Terhadap
Vol.15” Paduan Al-7,1Si-1,5Cu hasil Pengecoran
Dengan Metode Evaporative”, Prosiding
Bichler, L., Ravindran, C., and Machin A., 2003. SNST ke-3 Tahun 2012 Fakultas Teknik
Chalengges In Lost Foam Casting of AZ91 Universitas Wahid Hasyim Semarang, ISBN
alloy, Material Science Forum Vols.426-432. 978-602-99334-1-3, hal. C.40-C.45
Pp. 533-538
Sutiyoko, 2013, Metode pengecoran lost foam
Karim Ivan Junaidy Abdul, 2012, Pengaruh menjawab tantangan dunia Industri
Temperatur Tuang serta Ukuran Ayakan Pasir pengecoran logam, Jurnal Foundry Vol. 3 No.
terhadap Cacat Porositas dan Blowhole Coran 2 Oktober ISSN : 2087-2259
Al-Si7 yang Dicor dengan Metode
Evaporative, Proceedings Seminar Nasional
Energi erbarukan & Produksi Bersih 2012
Universitas Lampung (UNILA), Bandar
Lampung, ISSN 0016087403, hal. 71-73
Kim, K., and Lee, K., 2005, Effect of Pro cess
Parameters on Porosity in Aluminum Lost
Foam Process, Journal Material Science
Technology, Vol. 21 No.5, pp. 681-685.
Kumar, S., Kumar, P., Shan, H. S., 2007, Effect of
evaporative pattern casting process parameters
on the surface roughness of Al–7% Si alloy
castings, Journal of Materials Processing
Technology, Vol. 182, pp. 615–623.
Siswanto Rudi, 2011, Pengaruh Temperatur dan
Waktu Peleburan Pengecoran Tuang Terhadap
Struktur Mikro Paduan Al-21%Mg, Jurnal
Ilmiah Media SainS Kopertis Wil. XI, ISSN :
2085-3548, Volume 3, Nomor 1, Hal. 1-116
Siswanto Rudi, 2011, The Influence of Temperature
and Melting Duration Pour Casting toDensity
and Hardness of Al-21%Mg Alloys, Jurnal
Ilmiah Suara Teknik Univ. Muhammadiyah
Pontianak, ISSN : 2086-1826, Volume 2,
Nomor 1, Hal. 1-67.
Siswanto Rudi, 2012, Pengaruh Temperatur Dan
Waktu Peleburan Pengecoran Tuang Paduan
Al-21%Mg Terhadap Volume Dan Berat
Pemanfaatan Paduan Al (Scrap) Sebagai Bucket Turbin Pelton Menggunakan Metode Pengecoran Evaporative (Ali Ridho dan Rudi
Siswanto)