MAKALAH Gadai, Fidusia, Tanggungan
MAKALAH Gadai, Fidusia, Tanggungan
MAKALAH Gadai, Fidusia, Tanggungan
Disusun oleh
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
(1312011362)
(1412011
(1412011
(1312011363)
(1312011359)
(1212011381)
(1412011
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya
sehingga makalah resume ini dapat terselesaikan dengan baik.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kami dan pembaca mengenai Hak Gadai, Hak Fidusia, dan Hak
Tanggungan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam tugas ini terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada hal yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Makalah ini disusun berdasarkan literatur yang ada dan diambil dari berbagai kajian
situs internet. Makalah ini memberikan suatu aspirasi bagi mahasiswa untuk meningkatkan
pengetahuan dan wawasan. Di lain hal, banyak manfaat yang diperoleh pembaca dalam
melakukan tugas dan tanggung jawab sebagai harapan penerus bangsa dan negara.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami oleh para pembaca. Kami memohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.
Penulis
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Di dalam pemenuhan kebutuhan kehidupan masyarakat, banyak hal yang diperlukan
oleh masyarakat itu sendiri di dalam pemenuhan yang berhubungan dengan financial
maupun kebendaan. Dari permasalahn tersebut, maka diberlakukan adanya Hak Gadai,
Hak Fidusia, dan Hak Tanggungan. Terlebih dahulu akan dibahas mengenai Hak Gadai,
yang merupakan hak kreditur atas benda bergerak yang diberikan oleh debitur atau
orang lain sebagai jaminan pembayaran dan memberikan hak pada kreditur untuk
mendapatkan pembayaran lebih dahulu daripada kreditur-kreditur lainnya atas
penjualan benda jaminan, sesuai dengan Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Sehingga di dalam diberlakukannya hak gadai, diperlukan subjek sebagai
pemberi dan penerima gadai yang harus diperankan oleh orang yang cakap melakukan
perbuatan hukum. Dan objek di dalam hak gadai ini berupa benda bergerak berwujud
dan benda bergerak tidak berwujud, dimana benda yang digadaikan tersebut harus
berada di dalam kekuasaan pemegang gadai, yang hanya sebagai benda jaminan, tidak
untuk digunakan ataupun dinikmati.
Lalu, hak selanjutnya adalah Hak Fidusia. Di Indonesia terdapat salah satu lembaga
jaminan, yaitu lembaga jaminan fidusia, yang merupakan hak milik atas dasar
kepercayaan dimana debitur tetap memiliki penguasaan terhadap barang jaminan,
meskipun hanya sebagai peminjam-pakai sementara atau tidak lagi sebagai pemilik.
Lembaga jaminan fidusia diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang
jaminan fidusia, dimana objek fidusia adalah benda bergerak jaminan atas benda
bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud atau yang tidak dapat dibebani
dengan hak tanggungan.
Dari penjelasan sebelumnya, disebutkan mengenai hak tanggungan, yang merupakan
hak jaminan atas tanah untuk pelunasan suatu utang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kreditur tertentu terhadap kreditur lain.
3.1
Hak Gadai
2. Penerima gadai harus memberitahukan kepada pemberi gadai (debitor) apabila dia
hendak menjual benda jaminan untuk melunasi piutangnya berdasarkan Pasal 1156
ayat (2) KUHPdt.
3. Penerima gadai harus memberi perhitungan mengenai pendapatan penjualan dan
menyerahkan kelebihannya kepada debitor setelah pelunasan utang debitor sesuai
dengan Pasal 1155 ayat (1) KUHPdt.
4. Penerima gadai wajib mengembalikan benda jaminan apabila utang pokok, bunga,
dan biaya pemeliharaan denda jaminan telah dilunasi.
3.2
Hak Fidusia
3.3
Hak Tanggungan
tanggungan tidak akan berakhir walaupun objek hak tanggungan itu beralih ke
pihak lain yang dikarenakan sebab apapun juga.
3. Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas, sehingga dapat mengikat pihak
ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak yang berkepentingan.
Asas spesialitas dapat dilakukan dengan cara pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Sedangkan, asas publisitas dapat
dilakukan pada saat pendaftaran pemberian hak tanggungan di Kantor Pertanahan
sebagai syarat mutlak untuk dibentuknya hak tanggungan tersebut dan
mengikatnya hak tanggungan terhadap pihak ketiga.
4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.
Ciri hak tanggungan ini menjelaskan bahwa hak tanggungan sebagai hak jaminan
atas tanah yang mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya antara debitor maupun
krediturnya. Ketika debitor melakukan wanprestasi tidak perlu adanya gugatan
yang dapat menghabiskan waktu dan uang, dan kreditur sebagai pemegang hak
tanggungan.
3.3.3 Sifat Hak Tanggungan
Dari pengertian hak tanggungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda Yang Berkaitan dengan
Tanah, dapat diambil dua sifat, yaitu:
1. Hak Tanggungan Tidak Dapat Dibagi-Bagi
Hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, artinya hak tanggungan didasarkan secara
keseluruhan pada objeknya dan setiap bagian dari hak tanggungan tersebut.
Sehingga pelunasan sebagian utang yang dijamin tidak membebaskan sebagian
objek dari beban hak tanggungan. Dan hak tanggungan yang bersangkutan tetap
membebani seluruh objek untuk sisa utang yang belum dilunasi. Dengan demikian,
hak tanggungan hanya akan membebani sisa objek untuk sisa hutang yang belum
dilunasi. Sehingga diperlukan Akta Pemberian Hak Tanggungan agar apa yang
telah diperjanjikan dapat berlaku.
2. Hak Tanggungan merupakan Perjanjian Accesoir
Hak tanggungan merupakan perjanjian accesoir, artinya pada suatu perjanjian yang
menimbulkan hubungan hukum utang-piutang sebagai perjanjian pokok. Kelahiran,
eksistensi, peralihan, eksekusi, berakhir dan hapusnya hak tanggungan dengan
sendirinya ditentukan oleh peralihan dan hapusnya piutang yang dijamin
pelunasannya. Tanpa ada suatu piutang tertentu yang secara tegas dijamin
pelunasannya, maka menurut hukum tidak akan ada hak tanggungan.
berbuat
sebebas-bebasnya
terhadap
benda
tersebut
asalkan
tidak
Pemberi hak tanggungan adalah perorangan atau badan hukum yang mempunyai
kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan
yang bersangkutan. Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap
objek hak tanggungan telah dijelaskan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Hak
Tanggungan, dimana harus ada pada pemberi hak tanggungan pada saat
pendaftaran hak tanggungan tersebut dilakukan.
Di dalam penjelasan mengenai pemberi hak tanggungan, terdapat unsur-unsur yang
disebutkan, yaitu perorangan atau badan hukum. Penyebutan unsur-unsur tersebut
dianggap berlebihan, dengan alasan bahwa dalam pemberian hak tanggungan objek
yang dijaminkan pada pokoknya adalah tanah. Menurut Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang bisa mempunyai
hak atas tanah adalah baik orang perserorangan maupun badan hukum. Untuk
masing-masing hak atas tanah, sudah tentu pemberi hak tanggungan sebagai
pemilik hak atas tanah harus memenuhi syarat pemilikan tanahnya, seperti
ditentukan sendiri-sendiri dalam undang-undang. Selanjutnya, terdapat unsur
kewenangan di dalam penjelasan pemberi hak tanggungan, hal itu dimaksudkan
bahwa pemberi hak tanggungan harus mempunyai kewenangan tindakan pemilikan
atas benda jaminan.
Sehingga, pemberi hak tanggungan tidak harus menjadi pihak yang berhutang atau
sebagai debitur, tetapi bisa juga menjadi pihak ketiga di dalam pelaksanaan hak
tanggungan itu.
2. Penerima/ Pemegang Hak Tanggungan
Pemegang hak tanggungan adalah perorangan atau badan hukum yang
berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang atau sebagai kreditur, sesuai yang
dijelaskan dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Jadi,
yang bisa menjadi pemegang hak tanggungan adalah orang alamiah ataupun badan
hukum, yang dapat dicontohkan dengan badan Perseroan Terbatas, Koperasi, dan
perkumpulan yang telah memperoleh status sebagai badan hukum ataupun yayasan.
3.3.6 Pembebanan Hak Tanggungan
Proses pembebanan hak tanggungan dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu:
1. Tahap Pemberian Hak Tanggungan
Pada tahap ini, pemberian hak tanggungan didahului dengan janji akan
memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu. Janji
tersebut wajib dituangkan di dalam dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang
menimbulkan utang, berdasarkan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Hak
Tanggungan.
Pemberian hak tanggungan ini dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan yang bersifat autentik. Akta Pemberian Hak tanggungan ini dibuat
oleh dan/atau dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang,
berdasarkan Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan.
Akta Pemberian Hak Tanggungan ini dibuat dua rangkap asli atau in originali yang
masing-masing ditandatangani oleh pemberi hak tanggungan atau debitor atau
penjamin, pemegang Hak tanggungan atau kreditor, dua orang saksi dan Pejabat
Pembuat Akta Tanah.
Sehingga dalam tahap pemberian hak tanggungan di dalam Akta Pemberian Hak
Tanggungan, wajib dicantumkan:
a. Nama dan identitas pemberi dan pemegang hak tanggungan
b. Domisili pihak-pihak tersebut, jika salah satu pihak berdomisili diluar negeri,
harus dicantumkan domisili pilihan di Indonesia, jika tidak kantor Pejabat
Pembuat Akta Tanah dianggap sebagai domisili pilihannya
c. Penunjukan secara jelas utang-utang yang dijamin, yang meliputi juga nama
dan identitas debitor, kalau pemberi hak tanggungan bukan debitor
d. Nilai hak tanggungan
e. Uraian yang jelas mengenai objek Hak Tanggungan.
Akta pemberian hak tanggungan yang dibuat dan ditandatangani PPAT wajib
didaftarkan selanjutnya ke kantor Pertanahan, agar dicatat sebagai objek hak
tanggungan tersebut, serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat tanah yang
bersangkutan.
2. Tahap Pendaftaran Hak Tanggungan
Pada tahap ini, pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh Kepala Kantor
Pertanahan Kota/Kabupaten tempat objek hak tanggungan tesebut berada, yang
dilakukan dengan pembuatan buku tanah hak tanggungan atas dasar data yang
terdapat pada Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dikirimkan oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah yang bersangkutan, setelah itu dicatat pada buku tanah dan
disalin pada sertifikat objek hak tanggungan. Hak tanggungan telah dibentuk pada
hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan oleh
orang yang mendaftarkan.
Selanjutnya Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat Hak Tanggungan yang
memuat kata-kata Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan YME. Lalu, sertifikat
Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan, sedangkan
sertifikat objek Hak Tanggungan yang telah dibubuhi catatan adanya beban hak
tanggungan dikembalikan kepada pemiliknya, kecuali apabila diperjanjikan lain.
3. Tahap Peralihan Hak Tanggungan
Peralihan hak tanggungan harus didaftarkan di Kantor Pertanahan.
4. Pembebanan Hak Tanggungan Atas Tanah Hak Milik
Sesuai dengan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, dijelaskan bahwa tanah dengan status Hak Milik
dapat dijaminkan dengan membebani hak atas tanah tersebut dengan hak
tanggungan.
5. Pembebanan Hak Tanggungan Atas Hak Guna Usaha
Berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, dapat dijelaskan bahwa tanah dengan status Hak
Guna Usaha dapat dijaminkan dengan membebani hak atas tanah tersebut dengan
hak tanggungan.
6. Pembebanan Hak Tanggungan Atas Hak Guna Bangunan
Berdasarkan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok- Pokok Agraria, dijelaskan bahwa Hak Guna Bangunan dapat
dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
7. Pembebanan Hak Tanggungan Atas Hak Pakai
Sesuai dengan Pasal 52 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1966 tentang Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai, yang berbunyi:
Pemegang hak pakai berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang
diberikan dengan hak pakai selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi
atau usahanya serta untuk memindahkan hak tersebut kepada pihak lain dan
membebaninya, atau selama digunakan untuk keperluan tertentu.
3.3.7 Hapusnya Hak Tanggungan
Hapusnya hak tanggungan telah diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan
Dengan Tanah, yaitu:
1. Hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan, artinya tidak ada lagi
perikatan di dalam hutang tersebut.
2. Dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan, artinya pembuat
undang-undang menetapkan bentuk pelepasan hak tersebut, yaitu harus dibuat
dalam bentuk pernyataan tertulis, yang dibuat oleh pemegang hak tanggungan dan
ditujukan pada pemberi hak tanggungan.
3. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua
Pengadilan Negeri, artinya pembersihan dari sisa beban hak tanggungan yang
melibatkan objek hak tanggungan.
4. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan, artinya apabila sisa beban
hak tanggungan dibersihkan, maka tidak ada lagi beban tanggungan yang melekat
pada objek hak tanggungan.
IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari penjelasan mengenai hak gadai, hak fidusia, dan hak tanggungan yang sudah
dijabarkan di dalam Pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa hal, bahwa:
1. Perbedaan antara Hak Gadai dan Hak Fidusia adalah hak gadai dengan menyerahkan
benda yang akan digadaikan, sedangkan hak fidusia dengan menyerahkan bukti
kepemilikan saja, tanpa perlu menyerahkan bendanya.
2. Hak Gadai terjadi karena adanya unsur-unsur munculnya hak debitur yang
disebabkan oleh perikatan utang-piutang dan adanya penyerahan benda bergerak,
baik berwujud maupun tidak berwujud, sebagai jaminan yang diberikan oleh
kreditur.
3. Hak Gadai bersifat accesoir (tambahan) dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian
pinjaman uang.
4. Hak Tanggungan dikatakan sebagai hak jaminan atas tanah sebagai pelunasan utang
tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kreditur tertentu terhadap
kreditur lain.
DAFTAR PUSTAKA
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/131041-T%2027412-Tinjauan%20terhadap-Tinjauan
%20literatur.pdf
Muhammad, Prof. Abdulkadir. 2014. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya
Bakti
Salim. 2011. Perkembangan Hukum Jaminan Indonesia. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Indonesia
Sutardi, Adrian. 2012. Hukum Hak Tanggungan. Jakarta:Sinar Grafika
Usman, Rachmadi. 2008. Hukum Jaminan Keperdataan. Jakarta: Sinar Grafika