Patahnya Sayap Sebelah - Tya2

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

Patahnya Sayap Sebelah

Penulis : Siti Solatiah

Hai, aku Naraya Putri, panggil saja aku Nara. Sebuah nama yang di berikan oleh ayahku, dan suatu
hal yang sangat berharga bagiku. Kenapa begitu berharga?Karena yang memberikannya adalah
cinta pertamaku. Kata Ayah, nama itu sudah ia siapkan dari sebelum aku di lahirkan. Ia memberikan
ku nama itu karena artinya yang sangat indah."Jiwa putri yang kuat" adalah arti sekaligus harapan
dari seorang Ayah kepada putrinya agar menjadi gadis yang cantik dan memiliki jiwa yang kuat.

Dering alarm berbunyi pukul 5 pagi membangunkan ku dari mimpi-mimpi indah yang rasanya ingin
tidur lebih lama lagi. Aku meregahkan tubuh hendak terbangun dari tidurku. Suara adzan subuh
berkumandang, pertanda bahwa sholat subuh akan di laksanakan. Aku pun bergegas mengambil
handuk untuk mandi dan bersiap-siap karena hari ini hari pertama ujian kelulusan ku.
"Nara..!". Suara panggilan yang datang dari luar kamarku.
"Iya Bu?". Sahut ku dari dalam kamar yang baru saja ingin ke kamar mandi.
"Kamu sudah mandi dan sholat belum Nak?.Jangan sampai telat ya.Ingat hari ini hari pertama ujian
kelulusan mu".Kata ibu mengingatkan bahwa hari ini adalah hari pertamaku ujian.
"Tenang Bu, aku kan murid teladan, tidak akan terlambat. Ini baru saja mau mandi dan sholat".
Jawabku kepada Ibu dari dalam kamar yang baru saja ingin masuk ke kamar mandi.

Selepas mandi dan sholat, aku marapihkan tempat tidurku lalu bergegas bersiap-siap ke sekolah
dengan mengenakan seragam dan sepatu yang sudah di siapakan oleh Ibuku semalam.

"Nara, sudah siap belum. Nanti telat loh". Panggil Ayahku.


"Iya, Yah. Tinggal pakai sepatu aja kok". Jawab ku kepada Ayah sambil keluar dari kamar dan sudah
rapih dengan seragam dan tas yang sudah ku kenakan.
"Eh eh eh, sebelum berangkat sarapan dulu yuk. Ibu sudah masakin nasi goreng kesukaan Nara dan
Ayah nih. Jangan sampai ga sarapan, nanti kalian lemah Lo".
"Siap Ibu cantik". Jawabku dengan Ayah tiap kali Ibu meminta kami untuk makan.

Ibu adalah perempuan terbaik yang aku punya. Dia selalu menjadi Ibu sekaligus perempuan yang
hebat dan kuat. Tidak pernah sekalipun ia mengeluh lelah. Bahkan menangispun tidak pernah ia
perlihatkan. Dia mengayomi keluarganya dengan penuh kasih sayang dan cinta yang luar biasa.
Sebagai Ibu yang baik, ia membesarkan ku dengan penuh tanggung jawab dan senantiasa
mengajarkanku nilai-nilai keislaman. "Al-ummu madrasatul ula", kalimat yang selalu ia pesankan
kepadaku bahwa, ibu adalah Madrasah pertama bagi anak-anaknya. Termasuk juga bagaimana
menjadi seorang perempuan yang hebat. Dan dia selalu mengajarku bagaimana menjadi manusia
yang bermanfaat bagi setiap orang, juga bagaimana harus terus berbuat baik tanpa mandang dari
segi manapun. Dan masih banyak lagi yang ia ajarkan sejak aku kecil. Tidak ada hadiah terbaik dan
rasa terimakasih selain doa yang tulus untuknya.

-#-

Hari ini aku bahagia banget, karena Ayah dapat mengantarkanku ke sekolah setelah beberapa hari
bekerja di luar kota dan memang cukup jauh. Ia hanya bisa pulang dua kali dalam seminggu. Dan
kadang juga bisa ga pulang dalam satu bulan. Itulah yang membuatku selalu rindu dengannya.

Ayahku bekerja sebagai kuli bangunan. Gaji tidak seberapa, namun kami tetap bersyukur. Setidaknya
masih mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk biaya sekolahku. Ayah dan Ibuku pun tidak
pernah mengeluh akan hal itu. Maka karena merekalah aku terus belajar arti hidup dan tetap
semangat buat gapai cita-cita.

"Ibu, Nara. Mingg depan saat Ayah libur, bagaimana kalau kita berlibur ke pantai?. Sudah lama
banget nih kita tidak liburan bersama. Kebetulan hari itu Nara sudah selesai ujian kan?. Kebetulan
juga disitu Ayah sudah menerima gaji dan memang hari libur. Bagaimana?. Dan untuk daftar
sekolahmu nanti kita urus juga yaa, Nara. Dan Ayah akan temankan kamu untuk daftarnya". Ucap
Ayah seketika membuat Aku dan Ibu pun sontak tersenyum lebar mendengar ajakan Ayah.
"Wah.., asik!.Aku setuju banget. Ayah paling terbaik deh. Ngerti banget apa yang kita mau, Ayah
pokonya paling baik dari Ayah lainnya". Ucapku nyeloteh dan membuat mereka tertawa kecil.
"Baik, Ayah. Nanti Ibu dan Nara siapkan untuk makanan yang akan di bawa ya!". Tegas Ibuku dengan
senyum manisnya.

Sarapan telah selesai. Aku membantu Ibu membereskan meja makan, dan hendak berpamitan
dengan Ibu. Aku mencium tangan dan pipi Ibu, lalu lanjut lagi Ayah mencium kening Ibu dengan
penuh cinta. Pemandangan yang sangat indah.
"Kami berangkat ya, Bu".Ucap kami berdua kepada Ibu, sambil bersalaman dengannya lagi. Hari ini
seperti biasa ketika Ayah pulang, ia mengantarku ke sekolah terlebih dahulu sebelum berangkat ke
tempat kerjanya. Kamimulaimenaiki motor dan siap untuk berangkat ke sekolah dan Ayah ke tempat
kerjanya.

Tak lama setelah beberapa menit di perjalanan, aku dan Ayah sampai di sekolahku yang jaraknya
tidak jauh dari rumah. Sebelum masuk ke sekolah, Ayah memberitahuku satu hal yang isinya "Kamu
belajarnya yang rajin yah, jangan nakal, harus tetap jadi orang baik dan selalu bersyukur tentang
apapun itu. Semoga kamu menjadi orang yang sukses ya, nak!". Begitulah yang ia ucapkan tiap kali
mengantarkan ku ke sekolah, yang membuatku semakin bersukur punya Ayah sepertinya.

Sebelum berpisah, aku mencium tangan Ayah, lalu Ayah mencium keningku. Rasa sayangnya sangat
terasa saat itu, lalu rindu yang mendalam memenuhi hatiku saat itu .Ada rasa tak kuasa berpisah
dengannya, namun mau tidak mau kami harus berpisah karena satu tanggung jawab.

"Ayah pergi dulu ya, semangat ujiannya yaa Nak. Ayah selalu do'akan yang terbaik untukmu sayang.
Jangan nakal, belajarnya yang rajin. Oke!". Kata Ayah lagi sebelum brangkat. Itu adalah kata-kata
yang membuat ku semakin rindu dengannya.
"Siap Ayah terbaikku". Celoteh ku dengan senyum lebar sambil mengangkat tangan seperti prajurit
yang hormat kepada rajanya.

Setelah sedikit bercengkrama dengan Ayah, Ayah ku pun kemudian pergi dengan motor antiknya.
Aku masih berdiri di tempat ku, menunggu Ayah pergi sampai punggung Ayah tidak terlihat lagi.
Setalah itu, aku bergegas masuk ke sekolah karena harus mengikuti ujian.

-#-
Hari Sabtu tiba.Hari terakhir dimana aku mengikuti ujian kelulusan.Tidak terasa sudah hari akhir saja.
Lalu tidak lama lagi kami akan di nyatakan lulus. Akupun berharap akan jadi lulusan terbaik tahun ini,
untuk menghadiahkan Ibu dan Ayah.

Setelah usai menjawab soal-soal, tepat sekali bel pulang pun berbunyi. Aku pulang dengan teman-
teman yang kebetulan se arah dengan ku. Kami pulang dengan berjalan kaki. Di sepanjang jalan kami
banyak berbincang-bincang, dan tidak terasa tinggal aku sendiri yang berjalan, karena rumahku
paling jauh dari yang lainnya.
Sesampai di rumah, aku melihat rumah sangat sepi, seperti tidak berpenghuni. Aku mulai membuka
pintu dan langsung masuk ke kamar. Aku langsung mandi dan mengganti pakaianku. Tak lama, aku
yang baru saja selesai berganti pakaian, mendengar suara motor berhenti di depan rumahku. Dan
mengetuk-ngetuk pintu rumahku.

"Nara. Kamu sudah pulang?". Suara panggilan yang tidak asing ku dengar.
Aku langsung memakai hijab dan beranjak hendak membukakan pintu.Dan ternyata yang datang
adalah pamanku. Tapi pamanku terlihat seperti terburu-buru dan gelisah.Aku melihatnya sangat
aneh dan membuatku kebingungan disitu.
"Iya Paman ada apa? Kok seperti terburu-buru sekali?". Ucapku bertanya karena sangat membuatku
kebingungan saat itu.
"Kamu ikut paman ya, ke rumah bibi Sarah".
"Mau ngapain?Aku baru saja pulang dan mau istirahat".
"Nanti saja ya. Sekarang bersiap-siap dan ikut Paman. Siap-siapnya jangan lama-lama".
"Iya iya, aku bersiap-siap dulu". Tegas ku sambil masuk ke kamar ingin bersiap-siap.
"Sebenarnya ada apa sih, kok seperti ada yang janggal banget". Gumamku sendiri di dalam kamar.

"Nara Cepetan dong".Ucap paman ku memanggil, yang tidak sabaran sekali.


"Iya iya Paman, udah nih". Ucapku menjawab celotehan Pamanku yang gaa sabaran banget. Dan
kebetulan disitu aku sudah siap. Akupun kemudian bergegas keluar. Ku temukan paman sudah siap
di atas motornya pertanda bahwa kami memang harus bergegas.

Kami berhenti dirumah bibiku. Namun sesampainya aku disana, ada sesuatu yang buatku semakin
kebingungan di buatnya. Bagaimana tidak, dirumah bibi sudah banyak sekali orang-orang
berkumpul. Hal itu membuatku datang seperti orang kebingungan. Tidak sengaja aku mendengar
suara dari salah satu ibu-ibu yang sedang duduk di luar. "Oh ini ya anaknya. Sudah besar sekali
ya.Cantik sekali pula". Ucapnya ketika akubarusajadatang.Hatikumulaitidaktenang. Degup jantungku
tidak karuan terasa ingin copot.Tapi aku berusaha menenangkan diri seolah tidak ingin terjadi apa-
apa.

Aku memasuki rumah bibi. Melewati orang-orang yang sudah duduk di dalam. Sesampainya di
dalam, aku dibuat kaget melihat Ibu tidak sadarkan diri.Aku kemudian langsung menghampiri Ibu
dan memegang tangannya. Tangannya dingin dan lemas. Disitupun aku masih kebingungan
sebenarnya apa yang tengah terjadi. Kenapa Ibu sampai tidak sadarkan diri seperti ini. Aku
bergumam di dalam hati. Lalu dengan nada tegas aku bertanya ke salah satu bibi ku yang duduk
disebelah ibu.
"Bi, Ibuku kenapa?Kok seperti habis menangis. Dan sekarang tidak sadarkan diri?". Tanyaku kepada
Bibiku yang berada di samping Ibuku.
"Iya, Ibumu memang sedang tidak sadarkan diri. Kamu yang sabar ya!". Ucap bibiku sambil menangis
juga. Tapi tidak lanjut memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi. Aku yang hendak ingin bertanya
lagi, tiba-tiba Ibuku terbangun. Dia menangis histeris sambil menyebut-nyebut nama Ayahku.
"Amat, Amat. Kamu pulang kan. Kami menunggumu disini. Ayo pulang Mas". Teriak Ibuku
histeris.Aku yang melihatnya seperti itu tidak tega. Namun satu sisi aku juga masih bingung dengan
semuanya.

Ibu tidak berhenti menangis dan mengulang-ulang ucapannya yang tadi. Ah, aku kesal sebenarnya ini
ada apa. Kok tidak ada yang mau memberi tahuku. Mereka hanya bilang sabar dan sabar.

Baru kali ini aku melihatnya menangis sampai sehisteris itu. Selama aku bersama Ibu, aku tidak
pernah melihat Ibuku menangis seperti ini. Bisanya walaupun ada masalah apapun dia paling kuat di
antara kami. Namun kali ini membuat ku menangis tak tega melihatnya.

Di tengah suasana haru, seseorang memanggilku dari belakang,


"Nara, mari sini sama kakak. Kakak jelaskan apa yang terjadi sebenarnya. Kamu pasti kebingungan".
Suara panggilan itu membuat ku menoleh ke belakang, ternyata suara kakak sepupu ku memanggil.
Aku berbalik badan dan langsung duduk di samping kakak ku. Dia kemudian menaruh kepalaku di
pundaknya sambil mengelus-elus kepalaku. Tak lama ia berbicara.
"Yang sabar ya Nara. Pasti berat bagimu mengetahui yang sebenarnya.Tapi aku yakin kamu anak
yang kuat.Kamu harus kuat demi Ibumu". Kakakku membuka pembicaraannya, tapi belum
memberitahuku yang sebenarnya terjadi.
"Kok kakak bilang begitu. Jadi apa yang sebenarnya terjadi kak. Dari tadi kalian semua bilang sabar,
aku harus kuat. Tolong langsung ke poinnya aja si". Ucapku dengan nada sedikit kesal, dengan kepala
ku masih dipundaknya. Namun kakakku masih terdiam. Wajahnya terlihat gelisah dan hendak ingin
mengucapkan sesuatu tapi berat untuk mengungkapkannya.
"Kak, sebenarnya ada apa. Tolong beritahukan aku.Aku bingung kak. Tolong!". Denga nada melas
dan sambil menangis dan aku terbangun dari pundaknya, aku memohon kepadanya agar segera
memberitahuku. Kakakku langsung berbicara namun dengan nada yang berat.
"Emmh, Ayahmu telah tiada Nara. Kamu yang sabar ya. Kamu yang kuat. Doakan saja Ayah mu
tenang di Alam sana. Tolong kuat demi Ibumu". Kalimat "Ayahmu sudah tiada" itu seketika membuat
ku kaget dan membual seperti Ibu.
"Tidak mungkin!. Ayah tidak mungkin meninggalkan ku dan Ibu. Ayah sudah janji untuk pulang
besok. Ayah pasti penuhi janjinya dan tidak mungkin tuk di ingkari. Ayah juga sudah janji akan
membawa kami berlibur besok. Kalian pasti bohong kan". Sambil menangis histeris ku ucapkan
semua itu di depan wajah kakakku. Rasa sedih , rasa tidak percaya, kecewa karena dari awal mereka
sempat tidak ingin memberitahuku. Kabar yang tidak ku sangka-sangka tengah terjadi
kepadaku.Sempat ku ingin menyalahkan takdir, namun satu sisi aku diingatkan masih ada seorang
Ibu yang harus aku kuatkan.
Aku bertanya lagi kepada kakakku.
"Bagaimana bisa Ayahku meninggal kak. Apa yang telah terjadi padanya?" Tanyaku padanya dengan
tangisan yang masih terisak-isak.
"Kata Ayahku, Ayahmu meninggal karena terkena sengatan listrik dari dalam rumah ketika ia
bekerja. Saat ia memasang kabel listrik ia tidak sengaja menginjak atap rumah yang saat itu tidak ia
sadari bahwa atapnya bisa mengalirkan listrik. Dan terjadilah Ayahmu terkena sengatan listrik itu.
Namun sayangnya Ayahmu meninggal di tempat, karena tidak ada yang bisa menolong saat itu. Dan
anehnya lagi, teman Ayahmu bekerja saat itu masih bisa tertolongkan". Ucapnya menjelaskan
kejadiannya.

Mendengar hal itu membuatku semakin menangis tanpa henti. ”Bagaimana bisa tidak ada yang
menolongnya. Dan kenapa hanya Ayah yang tidak selamat. Kenpa harus Ayahku yang meninggal
disana. Kenapa dan kenapa”. Hal itu membuat ku bertanya-tanya tak karuan. Membuatku terus
bergumam sendiri, kenapa itu bisa terjadi pada Ayah. Ayah yang selalu jadi pahlawanku. Ayah yang
selalu menjadi tempat cerita untukku kini telah tiada.Aku sedih, tidak dapat merasakan hal itu lagi.

-#-

Keesokan pagi menjelang siang, suara sirine ambulan yang mengantarkan jenazah Ayahku datang ke
rumahku. Seketika membuat ku menangis kembali. Disitu aku sebenranya juga rapuh. Namun, saat
seperti ini aku harus kuat demi Ibu. Dari semalam Ibuku tidak bisa tidur. Ia selalu saja memanggil
nama Ayah dan mengingat-ingat kenangan bersamanya. Membuat hati ku tersayat dan sakit melihat
hal itu terjadi kepada Ibu.
Setelah mobilnya terparkir, jenazah Ayahku kemudian di keluarkan. Jenazah Ayahku ditidurkan di
ruang tengah ku. Disana dia akan di mandikan. Setelah di mandikan kemudian diikatkan tali di
kepalanya sebelum di kain kafan kan. Lalu Ayahku di tidurkan untuk di bacakan doa dan zikir.

Aku dan Ibu duduk di samping jenazah Ayah. Nangis tak terbendung selalu mengisi ruangan itu. Ibu
terus memegang tangan Ayah. Sesekali juga ia mengelus kepala Ayah yang telah kaku dan dingin.
Sedih rasanya melihat Ibu seperti ini. Aku terus memegang pundak Ibu dan tidak pernah lupa untuk
terus menguatkannya juga.

Selesai berzikir, kita baru sadar ternyata mata Ayah belum tertutup. Tidak tahu kenapa, tapi
memang katanya dari di mandikan matanya belum tertutup. Orang yang memandikannya bilang, dia
sudah berusaha menutupnya tapi tidak bisa. Ibu kemudian mencoba menutupnya namun tidak bisa.
Lalu terakhir aku yang disuruh untuk mencobanya. Tanpa pikir panjang, aku langsung duduk di dekat
kepala Ayah dan langsung mengusap wajah Ayah diiringi tangisan. Saat itu aku tidak percaya aku
akan memegang mayit Ayah. Dan ya, Alhamdulillah itu berhasil. Mata Ayah tertutup rapat. Dan itu
untuk selamanya.

Setelah itu, Ayah langsung di kain kafankam, lalu Ayah di bawa ke masjid untuk di sholat kan.
Kemudian ayah di bawa Dar masjid untuk di makamkan. Saat itu, aku dan Ibu sudah tidak menangis
lagi karena sudah sangat lelah. Namun saat itu aku terus melamun melihat mayit Ayah yang akan di
kubur di bawah tanah yang dalam. Aku masih tidak percaya Ayah akan pergi secepat ini. Aku
langsung berfikir, apakah aku harus tumbuh dewasa tanpa figur Ayah? Apakah aku bisa tanpa nya?.
Pertanyaan itu selalu ada di benak pikiranku. Karena yang aku tahu dari temanku, tumbuh dewasa
tanpa figur Ayah tidaklah mudah. Dan ya, kehilangan sosok Ayah adalah patah hati terberat bagi
anak perempuan manapun.

Ayah adalah cinta pertama bagiku. Ayah adalah pahlawan yang selalu membahagiakan keluarganya.
Dan Ayah adalah cinta matiku. Jadi, bayangkan saja sesakit apa ketika di tinggalkan oleh kekasih
tercinta. Begitupun yang di rasakan Ibu ku. Pasti sakit sekali menjadi dia. Di tinggalkan oleh kekasih
tercintanya untuk selamanya.

Setelah usai Ayah di makamkan, Aku dan Ibu menaburkan bunga untuk nya dan berdoa di samping
makam Ayah. Di situ aku bergumam "Ayah, memang berat hidup tanpamu. Memang sakit
ditinggalkan olehmu. Tapi Ayah, aku berjanji akan menjadi anak perempuan yang kuat untuk ibu,
anak perempuan yang jiawanya selalu kuat seperti nama yang kau berikan kepadaku, Naraya. Aku
berjanji akan menjaga Ibu sekuat tenaga ku dan memberikannya rasa sayang dan cinta seperti kau
berikan itu kepada Ibu. Terima kasih Ayah, telah menjadi pahlawan yang tak pernah kenal lelah
untuk kami.Terimakasih atas semua pengorbanan yang kau lakukan untuk kami. Semoga Ayah
tenang di sana dan selamat jalan Ayah". Begitulah kata-kata terkahir yang ku ucapkan untuk Ayah.

Lau kini, sayap sebelah ku telah patah. Dan kini tersisa sebelah sayapnya lagi, yang harus aku
jaga.Aku berharap, esok aku bisa menggantikan dan melengkapi sayap yang telah patah itu. Aku juga
berharap, aku bisa menjaganya agar tidak terluka dan rapuh sampai aku bisa membawanya terbang.

Terimakasih Ayah. Sampai jumpa di surga-Nya nanti

Anda mungkin juga menyukai