Lompat ke isi

Keusangan terencana

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Keusangan terencana atau keusangan melekat (bahasa Inggris: planned/built-in obsolescence), dalam ilmu ekonomi dan desain industri, adalah sebuah kebijakan merencanakan atau merancang suatu produk dengan rentang hidup yang sengaja dibuat terbatas, sehingga produk tersebut akan menjadi usang (misalnya menjadi ketinggalan zaman atau tidak dapat lagi berfungsi) setelah periode waktu tertentu.[1] Strategi ini digunakan untuk meningkatkan volume penjualan jangka panjang dengan cara mempersingkat durasi pembelian berulang ("memperpendek siklus penggantian").[2]

Produsen yang menerapkan strategi ini yakin bahwa pendapatan penjualan tambahan yang tercipta dengan strategi ini dapat mengimbangi biaya tambahan untuk penelitian dan pengembangan serta biaya peluang atas pemanfaatan ulang dari lini produk yang sudah ada. Dalam industri kompetitif, hal ini menjadi kebijakan yang berisiko, karena konsumen mungkin akan memilih untuk membeli produk pesaingnya jika konsumen mengetahui strategi tersebut.

Keusangan terencana akan bekerja lebih baik saat sang produsen setidaknya memiliki oligopoli.[3] Sebelum menerapkan keusangan terencana, produsen harus mengetahui apakah konsumen berpeluang membeli produk pengganti dari produsen yang sama. Dalam kasus ini, akan ada asimetri informasi antara produsen, yang mengetahui berapa lama produk itu dirancang untuk bertahan, dengan konsumen, yang tidak mengetahuinya. Saat pasar menjadi lebih kompetitif, rentang hidup produk cenderung meningkat.[4][5] Misalnya, saat kendaraan Jepang dengan rentang hidup lebih lama memasuki pasar Amerika pada tahun 1960-an dan 1970-an, produsen kendaraan Amerika terpaksa menanggapinya dengan menciptakan produk yang lebih tahan lama.[6]

Sejarah dan asal istilah

[sunting | sunting sumber]
Chevrolet produksi tahun 1923 dikutip sebagai salah satu contoh pembenahan muka tahunan paling awal dalam industri otomotif, di mana hanya badan mobil yang dimodel ulang sedangkan mesinnya masih menggunakan teknologi yang sama dengan sembilan tahun lalu.[7]

Alfred P. Sloan Jr.

[sunting | sunting sumber]

Di Amerika Serikat, desain otomotif mencapai titik balik pada tahun 1924 saat pasar mobil nasional mulai mengalami kejenuhan. Untuk mempertahankan angka penjualan unit, pemimpin General Motors Alfred P. Sloan Jr. menyarankan perubahan desain model tahunan untuk meyakinkan para pemilik mobil bahwa mereka perlu membeli mobil pengganti yang baru setiap tahunnya. Ide ini awalnya diterapkan dalam industri sepeda, walau konsep ini sering salah dikaitkan kepada Sloan.[8] Para kritikus menamai strategi Sloan ini dengan "keusangan terencana". Sloan sendiri lebih memilih istilah "keusangan dinamis".[9]

Strategi ini memiliki dampak luas pada bisnis otomotif, pada bidang desain produk, dan akhirnya pada perekonomian Amerika. Para pemain kecil tidak dapat mempertahankan laju dan biaya pemodelan ulang tahunan. Henry Ford tidak menyukai skema rutin perubahan desain model tahunan, karena dia berpegang teguh pada gagasan keahlian teknik tentang kesederhanaan, ekonomi skala, dan integritas desain. General Motors melampaui penjualan Ford pada tahun 1931 dan menjadi perusahaan dominan dalam industri otomotif pada tahun berikutnya. Perubahan desain yang sering juga mengharuskan produsen mobil menggunakan desain body-on-frame dibandingkan dengan desain unibody yang lebih ringan namun sulit dimodifikasi, seperti yang digunakan oleh sebagian besar produsen mobil Eropa.

Bernard London

[sunting | sunting sumber]
Ending the Depression Through Planned Obsolescence, oleh Bernard London, 1932

Asal istilah keusangan terencana dapat ditarik balik kembali ke tahun 1932 dengan pamflet karya Bernard London berjudul Ending the Depression Through Planned Obsolescence (Mengakhiri Depresi Melalui Keusangan Terencana).[10] Inti rencana London adalah memaksa pemerintah menerapkan aturan keusangan resmi bagi produk-produk konsumen untuk merangsang dan mempertahankan tingkat konsumsi.

Brooks Stevens

[sunting | sunting sumber]

Meski demikian, istilah ini baru pertama kali dipopulerkan oleh Brooks Stevens, seorang desainer industri asal Amerika Serikat pada tahun 1954. Waktu itu, Stevens diminta untuk memberikan kuliah singkat dalam sebuah konferensi periklanan di Minneapolis. Tanpa berpikir panjang, dia menggunakan istilah ini sebagai judul kuliahnya. Sejak saat itu, "keusangan terencana" menjadi frasa andalannya. Menurutnya, keusangan terencana adalah "Menanamkan suatu keinginan kepada para pembeli untuk memiliki sesuatu yang sedikit lebih baru, sedikit lebih baik, dan sedikit lebih cepat dari yang seharusnya."

Volkswagen

[sunting | sunting sumber]

Istilah ini dengan cepat dipakai oleh yang lain, namun definisi dari Stevens dipertentangkan. Pada akhir tahun 1950-an, keusangan terencana telah menjadi istilah yang umum digunakan untuk produk yang dirancang untuk mudah rusak atau cepat ketinggalan zaman. Bahkan konsep ini dikenal sedemikian luas sehingga pada tahun 1959 Volkswagen mengejeknya dalam sebuah iklan. Meskipun mengakui penggunaan keusangan terencana secara luas di kalangan produsen otomotif, Volkswagen menempatkan dirinya sebagai alternatif. Dalam iklannya, mereka menulis, "Kami tidak percaya pada keusangan terencana. Kami tidak mengubah mobil kami hanya demi kepentingan pengubahan itu sendiri."[11] Dalam kampanye iklan Volkswagen karya Doyle Dane Bernbach yang terkenal, salah satu iklan menampilkankan halaman yang nyaris kosong dengan tajuk "Tak ada gunanya menampilkan Volkswagen 1962, mobil kami masih terlihat sama".

The Waste Makers karya The Vance Packard

[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1960, kritikus budaya Vance Packard menerbitkan The Waste Makers, yang dipromosikan sebagai paparan "upaya sistematis para pebisnis untuk membuat kita menjadi individu yang boros, terbebani utang, dan tidak pernah puas". Packard membagi keusangan terencana menjadi dua bagian kategori, keusangan secara keinginan dan keusangan secara kegunaan.

"Keusangan secara keinginan" atau "keusangan psikologis" merujuk pada upaya pemasar untuk mengauskan produk dalam pikiran sang pemilik. Packard mengutip desainer industri George Nelson, yang menulis: "Desain... adalah upaya untuk memberikan kontribusi melalui perubahan. Ketika tidak ada kontribusi yang telah dibuat maupun yang dapat dibuat, satu-satunya opsi proses yang tersedia adalah memberikan ilusi perubahan melalui 'pemodelan (ulang)!'"

Daya tahan buatan

[sunting | sunting sumber]

Daya tahan buatan adalah strategi memperpendek masa pakai produk sebelum dilepas ke pasaran dengan merancangnya agar cepat rusak.[3] Perancangan keseluruhan produk konsumen meliputi penentuan usia rata-rata yang diharapkan pada setiap tahap pengembangannya. Oleh karena itu, di setiap awal perancangan produk yang kompleks, harus ditentukan terlebih dahulu berapa lama produk tersebut dirancang untuk bertahan, sehingga setiap komponennya dapat dibuat sesuai spesifikasi tersebut. Tetapi karena hukum entropi melekat pada semua hal, mustahil suatu objek yang dirancang dapat mempertahankan fungsi penuhnya selamanya; semua produk pada akhirnya akan rusak, tidak peduli apa saja langkah yang telah diambil. Meskipun ada produk yang dioptimalkan sehingga sesuai dengan masa pakai yang diharapkan, desain seperti ini hanya akan dipilih atas dasar penghematan biaya atau beban. Masa pakai terbatas akan menjadi pertanda keusangan terencana hanya jika masa pakai produk diperpendek secara artifisial berdasarkan rancangannya.

Strategi jenis daya tahan buatan umumnya tidak dilarang oleh hukum, dan produsen bebas mengatur tingkat daya tahan produk mereka.[3]

Pencegahan perbaikan

[sunting | sunting sumber]
Sekrup pentalobe yang digunakan pada iPhone 6S. Kritikus berpendapat bahwa Apple menggunakan sekrup ini di perangkat terbarunya untuk mencegah konsumen memperbaiki sendiri perangkatnya.

Contoh terbaik dari desain dengan pencegahan perbaikan adalah versi sekali pakai dari barang awet pada umumnya di mana konsumen harus membeli keseluruhan produk baru setelah menggunakannya sekali saja. Produk seperti ini sering dirancang agar tidak mungkin untuk diperbaiki; misalnya arloji digital pakai-buang yang murah memiliki kasing yang disegel di pabrik, tanpa ada kompenen yang dirancang bagi pemakai untuk membuka bagian dalam tanpa merusak arloji secara keseluruhan. Produsen juga dapat membuat suku cadang produknya menjadi tidak tersedia atau terlalu mahal, sehingga membuat suatu produk tidak ekonomis lagi untuk diperbaiki.

Keusangan rasa memiliki

[sunting | sunting sumber]

Keusangan secara keinginan atau keusangan gaya terjadi ketika perancang mengubah gaya produk sehingga konsumen akan lebih sering membeli produknya karena penurunan rasa ingin memiliki dari barang yang sudah ketinggalan zaman.

Untuk tingkat terbatas, strategi jenis ini juga berlaku untuk beberapa produk elektronik konsumen, di mana pabrik akan merilis produk yang sedikit lebih ditingkatkan secara berkala dan menekankan nilainya sebagai simbol status.

Keusangan sistemik

[sunting | sunting sumber]

Keusangan terencana sistemik adalah upaya yang disengaja untuk membuat suatu produk menjadi usang dengan cara mengubah sistem yang digunakan produk tersebut sedemikian rupa sehingga membuat penggunaannya secara terus-menerus akan menyulitkan konsumen. Contoh umum keusangan terencana sistemik termasuk dengan tidak mempersiapkan kompatibilitas ke depan pada perangkat lunak, atau secara rutin mengganti sekrup atau penguncinya sehingga tidak mudah lagi dipakai dengan alat yang tersedia sekarang.

Keusangan terprogram

[sunting | sunting sumber]

Dalam beberapa kasus, pemberitahuan dapat digabungkan dengan penonaktifan produk yang disengaja untuk mencegahnya bekerja, sehingga mengharuskan konsumen untuk membeli produk pengganti. Misalnya, pabrik pencetak inkjet menggunakan chip pintar dalam kartrid tintanya untuk mencegah kartrid digunakan setelah batas tertentu (jumlah halaman, waktu, dll.), meski kartrid tersebut mungkin masih berisi tinta yang masih dapat digunakan atau diisi ulang (lebih dari 50 persen kartrid toner yang tidak lagi dipakai masih memiliki tinta penuh[12]). Ini merupakan "keusangan terprogram", karena tidak ada komponen acak yang mempengaruhi penurunan fungsi.

Keuntungan dan kerugian

[sunting | sunting sumber]

Perkiraan keusangan terencana dapat memengaruhi keputusan perusahaan dalam rekayasa produk. Maka dari itu, perusahaan dapat menggunakan komponen yang lebih murah sekadar untuk memenuhi proyeksi masa pakai produk.

Selain itu, bagi industri, keusangan terencana merangsang permintaan dengan mendorong para pembeli dengan menciptakan tekanan agar mau membeli produk lebih awal jika mereka masih menginginkan produk yang dapat berfungsi. Produk ini dapat dibeli dari pabrik yang sama (sebagai komponen pengganti atau model yang lebih baru), maupun dari pesaing yang mungkin juga bergantung pada keusangan terencana. Khususnya di negara maju (di mana banyak industri sudah menghadapi pasar jenuh), teknik ini sering kali diperlukan oleh produsen untuk dapat mempertahankan tingkat pendapatan mereka.

Meskipun keusangan terencana cukup menarik bagi para produsen, hal ini juga dapat mendatangkan kerusakan signifikan bagi masyarakat dalam bentuk eksternalitas negatif. Mengganti produk secara terus-menerus, alih-alih memperbaikinya, akan menciptakan limbah dan polusi, menggunakan sumber daya alam, serta menciptakan pengeluaran konsumen yang lebih banyak. Dengan demikian, keusangan terencana memiliki dampak negatif terhadap lingkungan secara agregat. Bahkan saat keusangan terencana dapat membantu menghemat sumber daya langka per unit yang diproduksi, strategi ini cenderung meningkatkan keluaran secara agregat, karena berdasarkan hukum penawaran dan permintaan menurunnya biaya dan harga pada akhirnya akan meningkatkan permintaan dan konsumsi. Namun, dampak lingkungan yang negatif dari keusangan terencana juga tergantung pada proses produksi.[13]

Ada pula potensi pukulan balik dari konsumen yang mengetahui bahwa produsen menginvestasikan uangnya untuk membuat produk yang lebih cepat usang. Konsumen seperti ini mungkin akan beralih ke produsen (jika ada) yang menawarkan alternatif produk yang lebih tahan lama.

Pada tahun 2015, sebagai bagian dari gerakan menentang keusangan terencana di Uni Eropa, Prancis mengeluarkan undang-undang yang mewajibkan pabrik dan vendor peralatan untuk menuliskan masa pakai yang ditetapkan serta masa ketersediaan suku cadang di masa depan untuk setiap produknya. Sejak 2016, produsen peralatan juga diwajibkan untuk memperbaiki atau mengganti, secara gratis, produk yang cacat dalam kurun waktu dua tahun sejak pembelian. Aturan ini membuat garansi dua tahun wajib diterapkan dengan efektif.[14]

Kritik dan dukungan

[sunting | sunting sumber]

Mempersingkat siklus penggantian telah menuai kritik maupun dukungan. Konsultan pemasaran Philip Kotler berargumen bahwa: "Hal yang disebut-sebut sebagai keusangan terencana adalah buah hasil daya kompetitif dan teknologi dalam masyarakat yang bebas—daya yang berujung pada barang dan jasa yang selalu ditingkatkan."[15]

Kritikus Vance Packard mengklaim proses ini memboroskan serta mengeksploitasi konsumen. Dengan keusangan psikologis, sumber daya dihabiskan untuk membuat perubahan, sering kali perubahan kosmetik, yang tidak berarti bagi konsumen. Miles Park menganjurkan pendekatan kolaboratif yang baru antara desainer dan konsumen untuk mengubah keusangan dalam sektor yang bergerak cepat seperti sektor peralatan elektronik.[16] Beberapa orang, seperti Ronny Balcaen, telah mengusulkan untuk membuat label baru untuk melawan penurunan kualitas produk karena teknik keusangan terencana.[12]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Bulow, Jeremy (November 1986). "An Economic Theory of Planned Obsolescence". The Quarterly Journal of Economics. Oxford University Press. 101 (4): 729–749. doi:10.2307/1884176. JSTOR 1884176. 
  2. ^ Bidgoli, Hossein (2010). The Handbook of Technology Management, Supply Chain Management, Marketing and Advertising, and Global Management. Wiley. hlm. 296. ISBN 978-0470249482. 
  3. ^ a b c Orbach, Barak (2004). "The Durapolist Puzzle: Monopoly Power in Durable-Goods Market". Yale Journal on Regulation, vol. 21, pp. 67–118. SSRN 496175alt=Dapat diakses gratis. 
  4. ^ Bulow, Jeremy (1 November 1986). "An Economic Theory of Planned Obsolescence". The Quarterly Journal of Economics. 101 (4): 729. doi:10.2307/1884176. ISSN 0033-5533. 
  5. ^ Hadhazy, Adam. "Here's the truth about the 'planned obsolescence' of tech". Diakses tanggal 2018-07-13. 
  6. ^ Dickinson, Torry D.; Schaeffer, Robert K. (2001). Fast Forward: Work, Gender, and Protest in a Changing World. Rowman & Littlefield. hlm. 55–6. ISBN 0-7425-0895-1. 
  7. ^ Annual model change was the result of affluence, technology, advertising. Automotive News, 14 September 2008
  8. ^ Babaian, Sharon (1998). The Most Benevolent Machine: A Historical Assessment of Cycles in Canada. Ottawa: National Museum of Science and Technology. hlm. 97. ISBN 0-660-91670-3. 
  9. ^ Grattan, Laura (6 January 2016). Populism's Power: Radical Grassroots Democracy in America. Oxford University Press. ISBN 9780190277659. 
  10. ^ Bernard London's pamphlet
  11. ^ Inc, Time (1959-08-03). LIFE (dalam bahasa Inggris). Time Inc. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 Februari 2017. 
  12. ^ a b Dokumenter RTBF "L'obsolescence programmée" oleh Xavier Vanbuggenhout
  13. ^ Guiltinan, Joseph Guiltinan (2009). "Creative Destruction and Destructive Creations: Environmental Ethics and Planned Obsolescence". Journal of Business Ethics. 89. 
  14. ^ Drew Prindle. New French law tells consumers how long new appliances will last. Digitaltrends. 3 Maret 2015
  15. ^ "Planned obsolescence". The Economists. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 Desember 2013. Diakses tanggal 8 Februari 2014. 
  16. ^ Park, M. (2010). "Defying Obsolescence." In Cooper T (ed) Longer Lasting Products: Alternatives to the Throwaway Society. Gower, Farnham, UK.".

Bacaan lebih lanjut

[sunting | sunting sumber]