Perang informasi
Perang Informasi adalah manipulasi informasi yang dipercaya oleh target tanpa kesadaran target.[1] Perang informasi juga bisa dikatakan sebagai perang media atau opini yang menjurus pada propaganda atau pshycology warfare. Hal ini bertujuan untuk memperoleh keuntungan bidang informasi atas lawan, selain itu juga untuk mempengaruhi perilaku, menangkal atau mengakhiri konflik[2]
Perang informasi akan melibatkan pengumpulan informasi secara taktis yang menyatakan bahwa jaminan informasi seseorang adalah valid, penyebaran propaganda atau disinformasi untuk mendemoralisasi atau memanipulasi musuh dan masyarakat, merusak kualitas informasi pihak lawan, dan penolakan terhadap informasi yang dimiliki oleh pihak lawan. Peluang pengumpulan informasi bagi kekuatan lawan. Perang informasi ini juga akan berkaitan erat dengan perang psikologis.[3] [4]
Sejarah dan Evolusi Perang Informasi
[sunting | sunting sumber]Sejarah dan evolusi dari perang informasi merupakan cerminan yang terjadi dari perkembangan teknologi, politik, dan sosial masyarakat manusia. Ada beberapa tahapan penting dalam sejarah dan bagaimana evolusi dari perang informasi. Pertama, perang propaganda dalam sejarah kuno dimana bertujuan melakukan praktik propagranda untuk mempengaruhi opini publik yang sudah ada sejak zaman kuno. Penguasa dan pihak militer akan memperkuat legitimisasi kekuasaan dan memenangkan dukungan rakyat dengan cara menggunakan tulisan, lukisan, dan patung.[5]
Kedua, perang informasi dalam era revolusi industri yang membawa kemajuan teknologi komunikasi seperti surat kabar, radio dan film. Pada perang dunia pertama dan kedua, akan terjadi penggunaan propaganda massal oleh negara-negara untuk mobilisasi penduduk, memperkuat semangat perang, dan merusak moral musuh. Ketiga, perang dingin dan propaganda dimana kedua belah pihak yang melakukan perang akan menggunakan radio, televisi, dan media cetak untuk menyebarkan narasi politik, ideologi, dan kepentingan nasional mereka ke seluruh dunia.[5]
Ketiga, revolusi digital dan internet atau sosial media yang telah mengubah lanskap perang informasi secara drastis karena dengan adanya internet lebih memungkinkan informasi tersebar lebih cepat. Hal akan mengakibatkan terpengaruhnya opini publik untuk melakukan propaganda. Keempat, serangan siber dan perang digital yang menjadi bagian integral dari perang informasi modern untuk mencuri data rahasia, merusak infrastruktur kritis, dan mempengaruhi proses politik dalam negeri serta internasional.[5]
Kelima, polarisasi informasi dan disinformasi yang dapat membingungkan dan memecah belah masyarakat. Pihak yang menggunakan teknik manipulasi informasi, hoaks, dan propagan untuk menciptakan kebingungan, ketidakpastian, dan konflik dalam masyarakat.[5]
Ancaman dan Tantangan Perang Informasi
[sunting | sunting sumber]Adanya arus informasi yang sangat cepat tersebar melalui media teknologi, dapat membuktikan bawah perang informasi mempengaruhi cara berpikir dan perilaku manusia. Fenomena Arab Spring yang diawali oleh kudeta di Mesir dan bermula dari provokasi yang tersebar lewat media sosial beberapa tahun yang lalu, merupakan bukti nyata yang harus dijadikan sebagai pelajaran. Ancaman ini juga masih mempengaruhi situasi psikologis bangsa Indonesia sebagai akibat dari perang informasi.[6]
Masyarakat Indonesia sudah mulai menyadari bahwa ancaman terhadap kedaulatan negara melalui celah informasi ini tidak bisa dilepaskan dari semakin hilangnya nilai-nilai Pancasila dari dalam jiwa masyarakat Indonesia sehingga semangat persatuan dan kesatuan bangsa serta nilai-nilai musyawarah untuk mufakat semakin memudar dan tergantikan oleh ego sektoral serta intoleransi yang semakin menguat. Kondisi tersebut merupakan lahan yang sangat subur untuk tumbuh kembangnya radikalisme maupun separatisme.[6]
Kontribusi Masyarakat dalam Perang Informasi
[sunting | sunting sumber]Ada beberapa kontribusi masyarakat yang dapat dilakukan untuk mengatasi perang informasi yang berkelanjutan, yaitu sebagai berikut.
Literasi Informasi
[sunting | sunting sumber]Literasi informasi merupakan kemampuan individu untuk mencari, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara efektif. Di era digital ini, literasi informasi menjadi keterampilan dasar yang harus dimiliki setiap individu untuk berpartisipasi dalam perang informasi secara positif. Ada beberapa cara yang perlu dilakukan berkaitan dengan literasi informasi ini. Pertama, edukasi diri sendiri terkait cara menganali informasi yang akurat dan dipercaya. Kedua, mengikuti pelatihan yang membahas tentangg literasi informasi. Ketiga, menyebarkan pengetahuan dengan keluarga, teman, komunitas untuk menciptakan efek berantai positif.[5]
Tanggung Jawab Sosial
[sunting | sunting sumber]Tanggung jawab sosial dalam konteks perang informasi berarti setiap individu memiliki peran aktif dalam menjaga ekosistem informasi yang sehat dan bebas dari disinformasi. Sebelum membagikan informasi, individu harus memastikan kebenaran dan keakuratan dari sumbernya. Hindari menyebarkan berita yang belum terverifikasi atau berasal dari sumber yang tidak jelas.[5]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Suryani, Lely. "Mengenal Perang Informasi di Era Digital. Bagaimana Peran Literasi Digital? Simak Sampai Tuntas - Melintas". Mengenal Perang Informasi di Era Digital. Bagaimana Peran Literasi Digital? Simak Sampai Tuntas - Melintas. Diakses tanggal 2024-12-09.
- ^ "InfoPublik - Kadispenal: Perang Informasi Bisa Menyentuh Sistem Informasi Elektronik Militer". infopublik.id. Diakses tanggal 2024-12-14.
- ^ "Information Warfare: What and How?". www.cs.cmu.edu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-09-09. Diakses tanggal 20 Desember 2024.
- ^ Hung, Tzu-Chieh; Hung, Tzu-Wei (2022-07-19). "How China's Cognitive Warfare Works: A Frontline Perspective of Taiwan's Anti-Disinformation Wars". Journal of Global Security Studies. 7 (4): ogac016. doi:10.1093/jogss/ogac016 . ISSN 2057-3170. (DOI Free Access added 20 Desember 2024)
- ^ a b c d e f Yunianto, M,; Yudho Prakorso, Lukman; Rusniwa, Yudha; Arsimunandar, Setiawan (2024). Urgensi Strategi Perang Informasi Mendukung Indonesia Emas 2045 (PDF). Bandung: Penerbit Widina. ISBN 978-623-500-192-0. Diakses tanggal 14-12-2025.
- ^ a b Hermawan, Oleh Nandang (2017-08-17). "Kasad : Ancaman Perang Informasi Tidak Kalah Dengan Ancaman Militer". tniad.mil.id. Diakses tanggal 2024-12-20.