Lompat ke isi

Kromatografi lapisan tipis

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pemisahanan tinta hitam dengan kromatografi lapis tipis
KLT tiga standard (isomer orto-, meta-, dan para-) dan sebuah sampel

Kromatografi lapisan tipis (disingkat KLT) adalah suatu teknik kromatografi yang digunakan untuk memisahkan campuran yang tidak volatil.[1] Kromatografi lapisan tipis dilakukan pada selembar kaca, plastik, atau aluminium foil yang dilapisi dengan lapisan tipis bahan adsorben, biasanya silika gel, aluminium oksida, atau selulosa. Lapisan tipis adsorben diketahui sebagai fasa stasioner (atau fasa diam).

Setelah sampel diaplikasikan pada pelat, suatu pelarut atau campuran pelarut (dikenal sebagai fasa gerak) dialirkan ke atas melalui pelat berdasarkan gaya kapilaritas. Oleh karena analit yang berbeda mengalir menaiki pelat KLT dengan laju yang berbeda, maka terjadilah pemisahan komponen dalam analit tsb.[2]

Kromatografi lapisan tipis dapat digunakan untuk memonitor pergerakan reaksi, mengidentifikasi senyawa yang terdapat di dalam campuran, dan menentukan kemurnian bahan. Contoh penggunaan aplikasi ini antara lain: analisis seramida dan asam lemak, deteksi pestisida dan insektisida dalam air dan makanan, analisis komposisi zat warna serat dalam bidang forensik, penentuan kemurnian radiokimia dalam bidang radiofarmasi, atau identifikasi tanaman obat dan konstituennya.[3]

Sejumlah pengayaan telah dilakukan terhadap metode aslinya hingga otomasi tahapan yang berbeda, untuk meningkatkan resolusi yang diperoleh menggunakan KLT dan memungkinkan untuk melakukan analisis kuantitatif yang lebih akurat. Metode ini dikenal sebagai KLTKT, atau "KLT kinerja tinggi"

Persiapan pelat

[sunting | sunting sumber]

Pelat KLT biasanya tersedia secara komersial, dengan ukuran partikel standar yang bervariasi untuk meningkatkan reprodusibilitas. Mereka disiapkan dengan mencampur adsorben, seperti silika gel, dengan sejumlah kecil pengikat inert seperti kalsium sulfat (gipsum) dan air. Campuran ini tersebar sebagai bubur tebal pada lembaran pembawa yang tidak reaktif, biasanya kaca, aluminium foil tebal, atau plastik. Pelat yang dihasilkan kemudian dikeringkan dan diaktivasi dengan memanaskannya pada oven selama tigapuluh menit pada 110 °C. Ketebalan lapisan adsorben berkisar antara 0,1 – 0,25 mm untuk keperluan KLT analitik, dan sekitar 0,5 – 2,0 mm untuk KLT preparatif.[4]

Proses pengembangan sama seperti kromatografi kertas dengan kelebihan: aliran lebih cepat, pemisahan lebih baik, dan banyak pilihan fasa diam. Oleh karena kesederhanaan dan kecepatannya, KLT sering kali digunakan untuk monitoring reaksi kimia dan analisis kualitatif produk reaksinya.

Untuk melakukan kromatografi lapisan tipis, prosedur berikut harus dilakukan:[5]

  • Sejumlah kecil spot larutan yang mengandung sampel diaplikasikan pada pelat, sekitar 1,5 cm dari dasar pelat. Pelarut sampel diuapkan hingga habis, karena dapat mengganggu pemisahan. Jika digunakan pelarut yang tidak volatil untuk melarutkan sampel, pelat harus dikeringkan dalam bejana vakum.
  • Sejumlah kecil pelarut yang sesuai (eluen) dituangkan ke dalam gelas piala atau wadah transparan yang sesuai dengan kedalaman paling tinggi 1 cm. Selembar kertas saring diletakkan ke dalam bejana sehingga dasarnya menyentuh pelarut dan kertas bersandar pada dinding bejana hingga hampir mencapai puncak bejana. Bejana ditutup dengan penutup kaca atau lainnya dan biarkan selama beberapa menit untuk menaiki kertas saring dan menjenuhi ruang udara bejana. Kegagalan dalam penjenuhan bejana akan menghasilkan pemisahan yang buruk dan hasil yang tidak reprodusibel.
  • Pelat KLT kemudian diletakkan di dalam bejana sedemikian rupa sehingga spot sampel tidak mengenai permukaan eluen di dalam bejana, kemudian bejana ditutup. Pelarut akan mendaki pelat berdasarkan gaya kapilaritas, bertemu dengan campuran sampel dan membawanya naik mendaki pelat (mengelusi sampel). Pelat harus dikeluarkan dari dalam bejana sebelum pelarut menyentuh bagian atas dari fasa diam (meneruskan elusi hingga atas akan menghasilkan hasil yang menyesatkan), kemudian dikeringkan.

Proses dan prinsip pemisahan

[sunting | sunting sumber]

Senyawa yang berbeda dalam campuran sampel bergerak dengan laju yang berbeda karena perbedaan gaya tariknya pada fasa diam serta perbedaan kelarutannya dalam eluen.[6] Dengan mengganti pelarut, atau mungkin menggunakan suatu campuran, pemisahan komponen (diukur berdasarkan nilai Rf) dapat diatur. Selain itu, pemisahan yang diperoleh dengan pelat KLT dapat digunakan untuk memperkirakan pemisahan kromatografi kolom cepat (flash chromatography).[7]

Pengembangan pada pelat KLT, noda ungu terpisah menjadi noda merah dan biru
Permukaan Eucalyptus camaldulensis menunjukkan kromatografi lapisan tipis. Pita horisontal berwarna biru adalah hasil reaksi antara gergaji listrik dengan asam kayu.

Pemisahan senyawa terjadi berdasarkan kompetisi pengikatan solut dan solven pada fasa diam. Misalnya, jika digunakan silika gel fasa normal sebagai fasa diam, maka fasa diam bersifat polar. Jika dua senyawa yang berbeda kepolarannya melintas, maka senyawa yang lebih polar akan memiliki interaksi dengan silika gel lebih kuat daripada yang lainnya. Oleh karena itu, lebih mudah menghilangkan fasa gerak dari tempat terikatnya. Sebagai konsekuensi, senyawa yang kurang polar akan bergerak lebih tinggi pada pelat (menghasilkan nilai Rf yang lebih besar).[6] Jika fasa gerak diganti dengan pelarut atau campuran pelarut yang lebih polar, maka lebih mudah untuk melepaskan solut dari ikatan silikanya, dan semua senyawa pada pelat KLT akan bergerak lebih tinggi pada pelat. Umum dikatakan bahwa pelarut (eluen) "kuat" mendorong analit lebih tinggi daripada eluan "lemah. Urutan kekuatan eluan bergantung pada lapisan tipis (fasa diam) pada pelat KLT. Untuk pelat KLT dengan lapisan silika gel, kekuatan eluen meningkat sesuai urutan berikut: perfluoroalkana (paling lemah), heksana, pentana, karbon tetraklorida, benzena/toluena, diklorometana, dietil eter, etil asetat, asetonitril, aseton, 2-propanol/n-butanol, air, metanol, trietilamina, asam asetat, asam format (paling kuat). Pelat lapisan tipis C18 adalah fasa terbalik. Artinya bahwa jika campuran etil asetat dan heksana digunakan sebagai fasa gerak, penambahan etil asetat menghasilkan nilai Rf yang lebih tinggi untuk semua senyawa pada pelat KLT. Mengubah polaritas fasa gerak tidak akan menghasilkan urutan kebalikan Rf senyawa pada pelat KLT. Seri eluotropik dapat digunakan sebagai pandauan pemilihan fasa gerak. Jika dilakukan sistem fasa terbalik pada senyawa yang diinginkan, harus digunakan fasa diam apolar seperti silika bergugus fungsi C18.

Oleh karena bahan kimia yang dipisahkan kemungkinan tidak berwarna, terdapat beberapa metode untuk memvisualisasikan noda:

  • Analit yang dapat berfluoresensi seperti kuinina dapat dideteksi menggunakan lampu UV-A (366 nm).
  • Terkadang sejumlah kecil fluoresens, biasanya zinc silikat dengan mangan aktif, ditambahkan pada adsorben yang memungkinkan deteksi noda menggunakan lampu UV-C (254 nm). Lapisan adsorben akan berfluoresensi hijau, tetapi noda analit akan tampak hitam.
  • Uap iodium bisa digunakan sebagai pereaksi warna umum.
  • Pelat KLT dicelupkan atau disemprot dengan pereaksi warna khusus:[8][9][10]
    - Kalium permanganat - oksidasi
    - Bromin
  • Untuk lemak, kromatogram dapat dipindahkan ke membran PVDF untuk analisis lebih lanjut menggunakan, misalnya, spektrometri massa, suatu teknik yang dikenal sebagai Far-Eastern blotting.

Jika sudah tampak, nilai Rf, atau faktor retardasi, masing-masing noda dapat ditentukan dengan membagi jarak tempuh produk terhadap jarak tempuh eluen dari titik awal. Nilai ini bergantung pada pelarut yang digunakan dan jenis pelat KLT, bukan merupakan tetapan fisika.

Karakterisasi

[sunting | sunting sumber]

Dalam kimia organik, reaksi dimonitor secara kualitatif menggunakan KLT. Noda sampel dalam tabung kapiler ditotolkan pada pelat: noda bahan awal, noda dari hasil reaksi, dan persilangan noda keduanya. Pelat KLT kecil (3 x 7 cm) hanya memerlukan waktu beberapa menit untuk mengelusinya. Analisisnya bersifat kualitatif, dan akan menunjukkan kapan bahan awal menghilang, yaitu reaksi telah selesai sempurna. Sayangnya, KLT pada reaksi temperatur rendah dapat memberikan hasil yang menyesatkan, karena sampel dihangatkan pada temperatur kamar di dalam kapiler, yang dapat mengganggu reaksi —sampel hangat yang dianalisis dengan KLT tidak sama dengan apa yang terjadi dalam labu kimia bertemperatur rendah. Contoh reaksi yang demikian adalah reduksi DIBALH ester menjadi aldehida.

Dalam suatu penelitian, KLT telah diaplikasikan dalam screening reaksi organik,[11] misalnya dalam fine-tuning sintesis BINAP dari 2-naftol. Dalam metode ini, alkohol dan larutan katalis (misalnya besi(III) klorida) diletakkan terpisah pada baseline, kemudian direaksikan dan dianalisis.

Oleh karena senyawa yang berbeda akan menempuh jarak yang berbeda pada fasa diam, maka kromatografi dapat digunakan sebagai suatu teknik isolasi. Senyawa yang terpisah masing-masing memiliki luas area yang spesifik pada pelat, dan dapat dikerok, kemudian dilarutkan dalam pelarut untuk memisahkannya dari fasa diam untuk digunakan dalam analisis lanjutan. Sebagai contoh ekstrak hijau daun (misal bayam) dalam 7 tahapan pengembangan, karoten terelusi dengan cepat dan hanya tampak hingga tahap 2. Klorofil A dan B menempuh separuh jalan, dan lutein adalah senyawa pertama yang berwarna kuning. Setelah kromatografi selesai, karoten dapat dikerok dari pelat, dilarutkan dalam suatu pelarut dan dilakukan uji spektrofotometri untuk menentukan panjang gelombang absorpsinya. Tahapan pada gambar berikut merupakan langkah-langkah perlakuan analisis mengunakan kromatografi lapisan tipis.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Harry W. Lewis and Christopher J. Moody (13 Jun 1989). Experimental Organic Chemistry: Principles and Practice (edisi ke-Illustrated). WileyBlackwell. hlm. 159–173. ISBN 978-0-632-02017-1. 
  2. ^ A.I. Vogel, A.R. Tatchell, B.S. Furnis, A.J. Hannaford, and P.W.G. Smith (1989). Vogel's Textbook of Practical Organic Chemistry (edisi ke-5th). ISBN 0-582-46236-3. 
  3. ^ Reich, E.; Schibli A. (2007). High-performance thin-layer chromatography for the analysis of medicinal plants (edisi ke-Illustrated). New York: Thieme. ISBN 3-13-141601-7. 
  4. ^ Tables showing the thickness value of commercial regular and preparative Thin Layer Chromatography plates
  5. ^ Thin Layer Chromatography: How To http://www.reachdevices.com/TLC.html
  6. ^ a b Thin Layer Chromatography (TLC): Principle with animation
  7. ^ Fair, J. D.; Kormos, C. M. (2008), "Flash column chromatograms estimated from thin-layer chromatography data", J. Chromatogr. A (edisi ke-1-2), 1211: 49–54, doi:10.1016/j.chroma.2008.09.085 
  8. ^ Thin Layer Chromatography stains http://www.reachdevices.com/TLC_stains.html
  9. ^ Jork, H., Funk, W., Fischer, W., Wimmer, H. (1990)
  10. ^ Jork, H., Funk, W., Fischer, W., Wimmer, H. (1994)
  11. ^ TLC plates as a convenient platform for solvent-free reactions Jonathan M. Stoddard, Lien Nguyen, Hector Mata-Chavez and Kelly Nguyen Chem. Commun., 2007, 1240 - 1241,doi:10.1039/b616311d

Bibliografi

[sunting | sunting sumber]
  • F. Geiss (1987): Fundamentals of thin layer chromatography planar chromatography, Heidelberg, Hüthig, ISBN 3-7785-0854-7
  • Jork, H., Funk, W., Fischer, W., Wimmer, H. (1990): Thin-Layer Chromatography: Reagents and Detection Methods, Volume 1a, VCH, Weinheim, ISBN 3-527-27883-4
  • Jork, H., Funk, W., Fischer, W., Wimmer, H. (1994): Thin-Layer Chromatography: Reagents and Detection Methods, Volume 1b, VCH, Weinheim
  • Justus G. Kirchner (1978): Thin-layer chromatography, 2nd edition, Wiley
  • Joseph Sherma, Bernard Fried (1991): Handbook of Thin-Layer Chromatography (= Chromatographic Science. Bd. 55). Marcel Dekker, New York NY, ISBN 0-8247-8335-2.
  • Elke Hahn-Deinstorp: Applied Thin-Layer Chromatography. Best Practice and Avoidance of Mistakes. Wiley-VCH, Weinheim u. a. 2000, ISBN 3-527-29839-8